Laman

Senin, 27 Oktober 2008

Jadi Mak Comblang ke Dunia Maya

Bisnis internet memang bertumbuh pesat. Sayang, banyak orang enggan menjajal. Selain sarat teknologi, modal berbisnis penyedia jasa internet juga besar. Tapi, kini ada tawaran waralaba dari Diginet, penyedia jasa internet dengan sistem nirkabel, yang hanya butuh modal Rp 201 juta. Simak peluang dan tantangannya. Koneksi internet 24 jam sehari dengan biaya hanya Rp 200.000 per bulan!

Penawaran ini jelas bakal menarik minat para eksekutif, karyawan, siswa, atau siapa saja yang sudah kecanduan atau membutuhkan keleluasaan mengakses internet. Selama ini orang sering terpaksa mengekang diri agar tidak terlalu berlama-lama berselancar di dunia maya. Maklum, biayanya mahal, Bo! Apalagi jika harus bayar sendiri. Ambil contoh, jika kita melakukan koneksi internet dengan jaringan Telkomnet Instan, biayanya Rp 165 per menit atau Rp 237.000 untuk 24 jam, atau Rp 7,11 juta sebulan.

Mau akses internet di warnet terdekat, biayanya juga tetap mahal. Saat ini tarifnya sekitar Rp 5.000-Rp 10.000 per jam atau Rp 120.000-Rp 240.000 dalam 24 jam. Melihat tarif yang mahal itu, jika ada tawaran akses internet 24 jam selama sebulan penuh dengan tarif hanya Rp 200.000, boleh jadi akan banyak yang tertarik. Adalah PT Digital Wireless Indonesia yang mengusung nama dagang Diginet, satu dari sedikit pemain, yang belakangan ini gencar menawarkan akses internet murah. Diginet mengaku sedang gencar memasang jaringan internet dengan memakai gelombang radio (wireless) di Jakarta dan sekitarnya.

Sebagai penyedia jasa internet, Diginet tinggal memasang menara base transceiver station (BTS) setinggi kira-kira 35 meter. Selanjutnya, rumah-rumah yang berada di dalam radius 2 km dari BTS dan telah memasang antena khusus bisa langsung terhubung dengan internet. "Kami mulai Januari 2006, dan kini sudah menjaring lebih dari 400 rumah sebagai pelanggan," ujar Andi Santoso, Direktur Utama PT Digital Wireless Indonesia. Meski perolehan pelanggannya tak spektakuler, Andi yakin sebenarnya pasar yang bisa digarap masih sangat besar. Cuma, untuk itu mereka butuh tambahan modal yang cukup besar. "Makanya kami menawarkan waralaba," kata Andi. Tanggapan pasar lumayan positif.

Sejak ditawarkan April 2006, Diginet berhasil menjaring beberapa mitra waralaba di wilayah Kelapa Gading, Kemang, Bogor, dan Bekasi. Kini, kata Andi, Diginet masih menawarkan waralaba untuk wilayah-wilayah yang masih kosong. Oh, ya, satu wilayah itu dalam kategori Diginet luasnya 5 km2 - 6 km2 yang berisi lebih 10.000 keluarga. Pasar internet terus berkembangDalam sistem waralaba ala Diginet ini, terwaralaba hanya bertugas memasarkan, memasang, dan melakukan service serta maintenance di wilayahnya. Untuk itu, terwaralaba harus mempunyai internet service point dan sebuah gerai seluas 3 m x 4 m.

Untuk membangun semua fasilitas dan menjalankan bisnis waralaba ini, terwaralaba harus menyiapkan modal yang besarnya minimal Rp 201 juta termasuk franchise fee. Ya, meskipun umumnya sistem waralaba ditawarkan oleh perusahaan yang sudah terkenal dan telah beroperasi minimal 5 tahun, Diginet tetap memungut franchise fee. Besarnya Rp 49,5 juta untuk 3 tahun (lihat tabel: Ilustrasi Bisnis Waralaba Diginet). Laiknya sistem waralaba, tentu Diginet akan memberikan pelatihan sistem dan hak penggunaan namanya pada terwaralaba. Namun, lantaran Diginet juga baru berdiri dan belum benar-benar terkenal, tentu terwaralaba tak bisa terlalu mengandalkan nama pewaralabanya itu.

Toh, menurut Andi, cukup banyak yang berminat jadi terwaralabanya. Salah satunya Rudi Wanto, terwaralaba Diginet yang membuka usahanya di Kelapa Gading sejak sebulan lalu. "Pasarnya yang besar dan pemainnya yang sedikit membuat saya yakin pada prospek bisnis ini," ujar Rudi. Cuma, ia mengaku belum bisa memastikan bagaimana tanggapan pasar. Soalnya, "Saya belum melakukan promosi besar-besaran, menunggu habis musim liburan ini," paparnya lagi. Dengan penduduk yang begini banyak, bisnis internet di Indonesia memang masih menjanjikan. Sebab, jumlah pemakai internet di Indonesia masih sedikit dan akan terus bertumbuh cepat.

Menurut data Diginet, sampai 2005, jumlah pelanggan internet di Indonesia baru 16 juta. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah cepat. Lihat saja, dalam empat tahun terakhir pertumbuhan jumlah pengguna internet bertumbuh cepat. Tahun 2000, pertumbuhannya baru 14,8%. Tahun lalu pasarnya telah bertumbuh 37,94%. Hati-hati, teknologinya rentanBagaimana keuntungan bisnis ini? Menurut Andi, terwaralaba akan memperoleh 30% dari iuran bulanan sebesar Rp 220.000 dari pelanggan rumahan di daerahnya. Terwaralaba juga bisa memperoleh penghasilan tambahan jika berhasil menjaring korporasi sebagai pelanggan.

Terwaralaba akan memperoleh pembagian pendapatan 10% dari tarif korporasi yang besarnya Rp 2,2 juta sampai 30 juta per bulan. "Jika terwaralaba bisa mendapatkan 1.000 keluarga saja, dalam 2 tahun sudah balik modal," ucap Andi.Namun, bagi mereka yang berminat pada waralaba Diginet ini, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan di luar soal usia Diginet yang masih muda tadi. Pertama, terwaralaba harus jeli memilih wilayah operasionalnya.

Pasar yang bisa digarap memang besar, namun tidak semua keluarga ingin dan mampu memasang internet di rumahnya. Menurut Andi, target utama mereka adalah wilayah perumahan kelas menengah yang biasanya ada di pinggiran Jakarta. Kedua, kalaupun sudah ketemu pasar yang berminat pada internet, belum tentu mereka mau memakai sistem koneksi internet wireless. Teknologi ini memang murah meriah. Tapi, dia juga rentan terhadap berbagai gangguan, sehingga koneksi internet nirkabel yang seharusnya bisa berkecepatan 64 kbps itu bisa saja tak bekerja. Contohnya, antena di atap rumah pelanggan tidak boleh terhalang pohon atau bangunan agar gelombang dari BTS bisa tertangkap.

Selain itu, gelombang frekuensi radio 2,4 GHz yang dipakai untuk koneksi internet ini adalah frekuensi bebas yang bisa dipakai siapa pun. Artinya, kalau ada orang lain yang memasang pemancar kuat di daerah antara BTS dan pelanggan, koneksi internet juga bisa terganggu; bahkan bisa tak bekerja sama sekali. "Kalau sudah begini, biasanya kami akan mencari orangnya dan duduk bareng. Frekuensi itu kan punya 12 kanal, kita aturlah supaya bisa berbagi," kata Andi. Nah, setelah mengetahui peluang, potensi keuntungan dan kendalanya, sekarang silakan Anda memutuskan sendiri, mau masuk atau tidak ke bisnis ini.

Tidak ada komentar: